PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. bahwa untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya kewaspadaan dini oleh masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat Di Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6. Undang-Undang Norfror 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah;
8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 Tahun 2003 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Kewaspadaan dini masyarakat adalah kondisi kepekaan, kesiagaan dan antisipasi masyarakat dalam menghadapi potensi dan indikasi timbuinya bencana, baik bencana perang, bencana alam, maupun bencana karena ulah manusia.
2. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat yang selanjutnya disingkat FKDM adalah wadah bagi elemen masyarakat yang dibentuk dalam rangka menjaga dan memelihara kewaspadaan din' masyarakat.
3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh perang, alam, ulah manusia, dan penyebab Iainnya yang dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan saranaprasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
4. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas adalah organisasi non pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum dan telah terdaftar serta bukan organisasi sayap partai politik.
5. Satuan Perlindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Satlinmas adalah bentuk pengorganisasian masyarakat yang disiapkan dan disusun serta dibekali pengetahuan dan keterampilan di bidang perlindungan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
6. Perpolisian Masyarakat yang selanjutnya disebut Polmas adalah model perpolisian yang menekankan kemitraan yang sejajar dengan masyarakat lokal dalam menyelesaikan dan mengatasi setlap permasalahan sosial yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta ketentraman kehidupan masyarakat setempat.
BAB II
BAB II
PENYELENGGARAAN KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di provinsi menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah provinsi.
(2) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di kabupaten/kota menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah
kabupaten/kota.
Pasal 3
(1) Fasilitasi dan pembinaan kewaspadaan dini masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) menjadi tugas dan kewajiban gubernur.
(2) Fasilitasi dan pembinaan kewaspadaan dini masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.
Pasal 4
(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di provinsi;
b. mengoordinasikan bupati/walikota dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan
c. mengoordinasikan kegiatan Instansi vertikal di provinsi dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c didelegasikan kepada wakil gubernur.
Pasal 5
(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) meliputi:
a. membina dan memelihara ketentraman, ketertiban dan periindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan camat dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan
c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kewaspadaan din! masyarakat.
(3) Pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat dl wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat.
(2) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di wilayah desa/kelurahan dilimpahkan kepada kepala desa/lurah melalul camat.
Pasal 7
(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) meliputi:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di kecamatan;
b. mengoordinasikan kepala desa/lurah dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat;
c. mengoordinasikan kegiatan instansi di tingkat kecamatan dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan
d. mengoordinasikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, anggota Satlinmas, anggota Polmas dan elemen masyarakat Iainnya dalam kegiatan di bidang ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat di wilayah kecamatan.
(2) Tugas dan kewajiban kepala desa/lurah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) meliputi:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di desa/kelurahan; dan
b. mengoordinasikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, anggota Satlinmas, anggota Polmas dan elemen masyarakat Lainnya dalam kegiatan di bidang ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat di desa/kelurahan.
BAB III
FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT
Pasal 8
(1) FKDM dibentuk di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan.
(2) Pembentukan FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
(3) FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.
Pasal 9
(1) Keanggotaan FKDM provinsi terdiri atas wakil-wakil ormas, perguruan tinggi, lembaga pendidikan lain, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat Iainnya.
(2) Keanggotaan FKDM kabupaten/kota terdiri atas wakil-wakil ormas, perguruan tinggi, lembaga pendidikan lain, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat Lainnya.
(3) Keanggotaan FKDM kecamatan terdiri atas wakil-wakil ormas, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat lainnya.
(4) Keanggotaan FKDM desa/kelurahan terdiri atas wakil-wakil ormas, pemuka-pemuka masyarakat dan pemuda, anggota Satlinmas dan anggota Polmas, serta elemen masyarakat Iainnya.
Pasal 10
(1) FKDM provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bags gubernur mengenai kebijakan yang berkaftan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
(2) FKDM kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara
dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi bupati/walikota mengenai kebijakan yang berkaftan dengan kewaspadaan din( masyarakat.
(3) FKDM kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi camat mengenai kebijakan yang berkaftan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
(4) FKDM desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengkomunikasikan data dan Informasi dari masyarakat mengenai potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi kepala desa/lurah dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.
Pasal 11
(1) Dalam rangka pembinaan FKDM dibentuk Dewan Penasehat Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa.
(2) Dewan Penasehat FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. membantu kepala daerah merumuskan kebijakan dalam memelihara kewasdaan dini masyarakat.
b. memfasilitasi hubungan kerja antara FKDM dengan pemerintah daerah dalam memelihara kewaspadaan dini masyarakat.
(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : Wakil gubernur;
b. Sekretaris : Kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;
c. Anggota : Instansi terkait termasuk wakil-wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan, Pos Wilayah Badan Intelijen Negara, Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam, Kantor Wilayah Imigrasi dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
(4) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : Wakil bupati/wakil walikota;
b. Sekretaris : Kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota;
c. Anggota : Instansi terkait termasuk wakil-wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Pos Daerah Badan Intelijen Negara, Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam, Kejaksaan, Kantor Imigrasi dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
(4) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : Camat;
b. Sekretaris : Sekretaris kecamatan;
c. Anggota : Pejabat terkait di tingkat kecamatan.
(5) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM desa/kelurahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh camat dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : Kepala desa/Iurah;
b. Sekretaris : Sekretaris desa/kelurahan;
c. Anggota : Pejabat terkait di desa/kelurahan.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenal FKDM dan Dewan Penasehat FKDM provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan diatur dengan peraturan gubernur.
BAB IV PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 13
(1) Gubernur meiakukan pengawasan terhadap bupati/walikota dan instansi terkait di daerah.
(2) Bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap camat dan kepala desa/lurah serta instansi terkait di daerah.
Pasal 14
(1) Pelaksanaan pembinaan penyeienggaraan kewaspadaan dini, pembentukan FKDM di provinsi dilaporkan oleh gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan kewaspadaan dini dan pembentukan FKDM di kabupaten/kota dilaporkan oleh bupati/walikota kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelijen Negara.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, dan sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
(4) Dalam keadaan mendesak, mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat disampaikan secara lisan serta dapat melampaui hirarkhi yang ada, dengan ketentuan tetap segbra menyampaikan laporan dan tembusan tertulis secara hirarkhi.
BAB V PENDANAAN
Pasal 15
(1) Pendanaan bagi penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
(2) Pendanaan bagi penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota.
Pasal 16
Pendanaan terkait dengan pengawasan dan pelaporan penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
PasaI 17
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 2006
MENTERI DALAM NEGERI,